Senin, 15 September 2014

“The truth hurts but it doesn’t kill.

“The truth is hurts, but lies kill.”


“The truth is hurts, but lies kill.”
Kemarin aku menemukan kalimat itu di salah satu akun twitter.. tepat bersamaan disaat aku harus menghadapi kebohongan lagi. Saat aku mengetahui kebohongan itu, aku sudah tidak dapat berkata-kata lagi. Tidak ada amarah, tidak ada air mata, tidak ada rasa apa pun.. aku hanya diam, aku mati.

Aku tidak bisa mempersalahkan kebohongan. Tidak juga bisa mempersalahkan orang yang melakukan kebohongan itu. Aku pernah berbohong, dan aku selalu memiliki alasan kenapa aku memilih berbohong. Untuk itu aku berpikir bahwa kebohongan ini pun tercipta berdasarkan sebuah alasan. Tapi apa?


Jadi teringat sebuah film The Invention of Lying, dimana ada sebuah dunia yang penuh dengan kejujuran. Lalu kemudian satu manusia yang tinggal di dunia tersebut melakukan kebohongan dan dia terus-menerus berbohong. Bukankah memang satu kebohongan akan menciptakan kebohongan yang lain untuk menutupi kebohongan yang pertama?

Begitulah aku harus menghadapi kebohongan yang sama berulang kali. Aku pun mulai bertanya sebanyak berapa kali aku harus mentolerir kebohongan-kebohongan yang sudah diciptakannya? dua kali? tiga kali? atau tidak terbatas dan membiarkan kebohongan itu terus tercipta? lalu.. apakah diriku begitu pantas untuk dibohongi?

Sering kali aku memilih untuk menyakiti seseorang dengan kebenaran, dari pada aku harus berbohong. Bukannya aku sengaja ingin menyakiti, tapi jika aku berbohong itu akan menyakitinya dua kali lipat. So.. percayalah the truth is hurts, tapi itu lebih baik dari pada harus mengetahui sebuah kebohongan yang jauh lebih menyakitkan.

“The truth hurts but it doesn’t kill. The lie pleases but it doesn’t heal.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar