Senin, 08 September 2014

SELAMATKAN KELUARGA DARI API NERAKA

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. at-Tahrim: 6)

Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa hal yang harus pertama kali kita pelihara dari panasnya api neraka adalah keluarga. Sebab keluarga merupakan sekolah tempat putra-putri bangsa belajar. Di sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, seperti cara beribadah yang benar, kesetiaan, rahmat, kasih, sayang, saling menghormati, dan sebagainya. Jika hal yang diajarkan pada keluarga positif, maka positif pula yang kita petik. Sebaliknya, jika hal yang diajarkan negatif, maka negatif pula yang kita petik. Jika para orang tua memberikan makanan yang halal bagi putera-puterinya, maka hasilnya pun dipastikan akan berimplikasi baik untuk akhlak mereka. Begitupun sebaliknya. Jika yang diberikan dari hasil “kotor”, maka tidak menutup kemungkinan buah hati mereka akan menjadi orang-orang yang tertutup hatinya untuk dapat dekat dengan Sang Kholiq, Allah SWT.

Keluarga merupakan unit terkecil dalam kehidupan manusia. Keluarga merupakan unit terkecil yang menjadi pendukung dan pembangkit lahirya bangsa dan masyarakat. Selama pembangkit itu menyalurkan arus yang kuat dan sehat, selama itu pula masyarakat bangsa menjadi kuat dan sehat. Dari keluarga tatanan masyarakat suatu bangsa akan ditentukan kemajuan dan kemundurannya. Sebuah keluarga dibangun oleh sebuah komitmen oleh pembentuknya yaitu sepasang suami isteri untuk satu cita-cita, mewujudkan keluarga yang damai, harmonis yang disinari ikatan cinta kasih antara anggota keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial primer. Di dalamnya terjadi proses pembentukan norma-norma sosial. Pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial ini turut menentukan tingkah laku seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga.

Dengan mengikuti alur pikir yang demikian, maka upaya penciptaan akhlak mahmudah harus dimulai dari lingkungan keluarga, sehingga pada saatnya nanti manusia dapat mencapai kemapanan dalam menghargai Tuhan atau taqorrub ilallah. Menghargai Tuhan berarti menjalankan perintah-perintah-Nya dengan melalui pakaian akhlak manusia, baik pakaian akhlak terhadap Allah, sebagai Tuhan semesta alam (hubungan vertikal) maupun pakaian akhlak antara manusia dengan makhluk lain (hubungan horizontal). Mengapa demikian?

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah, adalah orang yang paling takwa”. (QS. al Hujurot: 13) Takwa berarti menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya, sebagaimana Islam dilahirkan sebagai penyempurna agama-agama lain sebelum datangnya risalah kepada Muhammad saw, guna mengantarkan manusia pada ketakwaan.  Dan bapak adalah penyetir utama bagi keluarga untuk mengarahkan mereka. Apakah akan diarahkan ke syurga-Nya ataukah akan diarahkan ke neraka.

Memang, untuk mencapai ketakwaan yang dimaksud Allah SWT seperti terungkap dalam kitab suci-Nya sungguhlah tidak mudah, memerlukan kerja keras. Namun, bapak yang bertugas sebagai kemudi dalam rumah tangga. Ibu yang bertugas menjadi pendidik yang baik bagi anak-anak. Anak-anak yang bertugas bakti pada orang tua (selama perintah orang tua tidak melanggar aturan Islam) haruslah tetap memerankan peranannya sesuai tanggungjawabnya masing-masing. Semua aspek tersebut akan berkaitan erat di dalam keberlangsungan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Artinya, jika mereka sukses membina rumah tangga, maka sukses pula membina negara. Sebab keluarga merupakan cikal bakal terwujudnya komunitas ideal dalam suatu negara yang damai dan penuh ampunan “(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (QS. as-Saba: 15)

Rasul saw bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku (rasul) adalah sebaik-baik kalian terhadap keluargaku” (HR. Ibnu Majah). Dari hadits ini, maka sudah seharusnya kita mencontoh suri tauladan baginda kita Muhammad saw. Menjadi seorang bapak yang mampu memerankan karakter kebapaannya. Pemimpin bagi keluarga, pencari nafkah yang baik, pelindung isteri dan anak-anak, hakim yang adil di dalam istana rumah tangga. Sebab bapak merupakan pemeran utama dalam drama kehidupan  bagi keluarga.

Inilah yang dinamakan rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam. Artinya, Islam dihadirkan di bumi ini guna menyebarkan bendera keselamatan. Bendera keselamatan tersebut bukan hanya untuk manusia, namun untuk seluruh alam yang ada di bumi ini. Satu bentuk pengabdian yang dapat dilakukan manusia adalah dengan menjadi wakil Allah (Khalifatullah) di muka bumi guna menjalankan misi kepemimpinan. “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al An’am: 165)

Misi kepemimpinan manusia di muka bumi antara lain mencakup: Merawat lingkungan, melindungi makhluk-makhluk hidup dari kepunahan, menjaga kelestarian alam, menegakkan hukum, menebarkan kasih sayang, dan menghasilkan kemakmuran. Aplikasi dari kepemimpinan  manusia adalah akhlak.  Jika akhlaknya baik, maka  perilakunya terhadap alam pun akan baik pula. Sebab akhlak adalah salah satu bentuk yang tercermin dari keimanan seseorang.

Oleh karena itu, selain manusia diharuskan taat pada Allah dengan melakukan ibadah maqdoh, manusia juga diharuskan untuk mehidup melakukan ibadah ghoiro maqdoh, yaitu bermasyarakat, mengedepankan silaturahim, tepo sliro, saling menghargai dan juga memelihara alam. Inilah cermin akhlak umat Islam yang sesungguhnya. Cermin yang dapat memelihara keluarga dari panasnya api neraka dan mengantarkan pada indahnya cahaya syurga.  Dan bapak lah yang memiliki peran utama untuk mengantarkan perahu rumah tangga ke tepian syurga atau ke neraka.

Hal yang demikian pula merupakan cermin dari agama rahmatan lil ‘alamin. Agama yang dapat mengantarkan umat manusia dan alam semesta kepada kedamaian dan keselamatan. Bukan malah sebaliknya, saling benci dan marah, saling curiga dan saling menjelek-jelekkan agama atau kepercayan seseorang. Saling dendam dan saling emosi. Sebab Islam tidak menghendaki hal demikian. Islam tidak menghendaki kekerasan. Islam tidak menghendaki permusuhan.

Mudah-mudahan kita semua dapat menjaga diri dan keluarga kita dari panasnya api neraka dengan menempatkan Islam pada rahmat bagi semesta alam. Menjadi bapak yang baik bagi isteri dan anak-anak, menjadi pencari nafkah yang halal, sesuai tuntunan Islam. Menjadi isteri yang taat pada suami (selama tidak keluar dari ajaran Islam), menjadi pendidik dan pengajar (contoh) yang baik bagi puter-puteri. Menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tua. Menjadi anak yang dapat mendoakan kedua orang tua kita. Amiin.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar