Senin, 08 September 2014

4 HAL YANG MEMBANGUN KEIMANAN


Iman tidak cukup hanya sekedar pengakuan, sebab kadar iman pada manusia akan yazid wa yanqus, kadang iman bertambah dan kadang pula berkurang, oleh karena itu iman harus dibuktikan dengan tindakan yang dapat membangun keimanan setiap diri manusia. Tindakan yang dapat membangun keimanan setiap diri manusia pada dasarnya ada empat hal, yaitu keluarga, sekolah atau majelis ta’lim, lingkungan, dan bacaan. Mengapa demikian?

Pertama, keluarga.

Keluarga merupakan unit terkecil dalam struktur sosial kemasyarakatan. Dari keluarga tatanan masyarakat suatu bangsa akan ditentukan kemajuan dan kemundurannya. Sebuah keluarga dibangun oleh sebuah komitmen oleh pembentuknya yaitu sepasang suami isteri untuk satu cita-cita yaitu mewujudkan keluarga yang damai, harmonis yang disinari ikatan cinta dan kasih sayang antara anggota keluarga atau yang kita kenal dengan istilah keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah.

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam interaksi sosial dengan kelompoknya. Keluarga merupakan kelompok sosial primer, di dalamnya  terjadi proses pembentukan norma-norma sosial, internalisasi norma-norma. Pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial dalam keluarga turut menentukan tingkah laku seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga, sehingga ketika orang tua yang merupakan kendali sebuah keluarga berucap terhadap buah hati mereka, maka ucapan itu pun akan didengarkan dan ditaati. Inilah konsekuensi iman yang sesungguhnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rosul menghukum (mengadili) di antara merekaialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur: 51)

Lingkungan terkecil yang kita sebut dengan keluarga memiliki beberapa fungsi yang sangat berpengaruh terhadap bangunan iman, di antaranya:

-          Fungsi biologis, bertujuan agar memperoleh keturunan dan memelihara kehormatan serta martabat manusia sebagai makhluk yang berakal dan beradab.

-          Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua anggotanya di mana orang tua mempunyai peran penting membawa anak-anaknya menuju kedewasaan rohani dan jasmani. Fungsi edukatif keluarga berkaitan dengan pemeliharaan dan pengembangan potensi akalnya

-             Fungsi religius, keluarga sebagai tempat penanaman nilai moral agama melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta iklim keagamaan.

-          Fungsi protektif, keluarga menjadi tempat yang aman dari gangguan sekaligus untuk menangkal berbagai pengaruh negatif yang masuk di dalamnya.

-          Fungsi sosialisasi, keluarga sebagai tempat untuk mempersiapkan anggota keluarganya sebagai anggota masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal.

-          Fungsi rekreatif, bertujuan untuk menciptakan kondisi keluarga yang saling menghargai, menghormati, demokratis dan mampu mengakomodasi aspirasi masing-masing anggotanya.

-          Fungsi ekonomis, keluarga merupakan kesatuan ekonomis di mana keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan anggaran, dan bagaimana cara mempertanggungjawabkan harta yang diperoleh di hadapan  makhluk dan Sang Pencipta.

Kedua, sekolah atau majelis ta’lim.

Seperti yang kita ketahui bersama, sekolah atau majelis ta’lim merupakan pusat ilmu. Sebuah pepatah bijak mengatakan bahwa Iman dan ilmu jika bersatu dalam diri manusia akan melahirkan amal saleh. Amal tanpa ilmu akan sia-sia, karena dalam amal tentu ada rukun dan syaratnya, sehingga jika beramal tanpa tahu rukun dan syaratnya maka apalah guna amal itu. Begitu pula ilmu tanpa amal, semua ilmunya tiada guna. Iman tanpa ilmu akan tergelincir arus waktu. Seperti yang tertera dalam firman Allah SWT: “Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan jika kamu mengetahui” (QS. al-Ankabut: 64).

Betapa pentingnya kedudukan ilmu dalam Islam. Hukumnya pun wajib bagi seluruh umat Muslim dari buaian hingga ke liang lahat. “Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. Sesungguhnya orang yang mencari ilmu akan dimintakan ampunan kepada Allah oleh segala sesuatu sampai oleh ikan-ikan di laut” (HR. Ibn Abdul Bar dari Anas). Seperti dikatakan pula oleh pepatah Arab:“Utlubul ‘ilma walaw bisshiin” yang artinya “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”.

Ilmu adalah penerang kehidupan. Penyelamat dunia dan akhirat. Dengannya manusia mampu “membaca alam”. Dengannya manusia dapat mengamalkan ibadah yang diperintahkan Allah SWT. Dengannya pula manusia dapat selamat dari panasnya api neraka. Ilmu mampu mengangkat derajat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagaimana Firman-Nya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al Mujadalah: 11)

Ilmu sangat penting bagi manusia. Seperti yang diungkapkan seorang tokoh cendekiawan Muslim termasyhur, Imaduddin Abd al-Rahim, “Sebuah kasino dengan penangkal petir yang baik tentu lebih selamat dari kemungkinan tersambar petir dibandingkan sebuah masjid tanpa penangkal petir”.  Nurcholish Madjid mengartikan pernyataan ini dengan, “Seorang kafir yang paham sunnatullah dan yang melaksanakannya akan lebih terjamin memperoleh keselamatan dan sukses di dunia daripada seorang yang beriman yang tidak tahu dan tidak melaksanakan sunnatullah itu. Sebab hasil dari nrimo-nya manusia adalah kebodohan dan kemiskinan.

Artinya, siapapun di dunia ini, baik Muslim maupun non Muslim berhak mendapatkan kesuksesan dunia yaitu dengan cara paham dan melaksanakan sunnatullah. Pemahaman inilah yang dapat membangkitkan semangat kaum Muslimin untuk segera “bangun” dari keterpurukan sejarah yang selama ini mengkerangkeng kita semua hingga kembali pada kemegahan dan ketinggian yang pernah dilukis oleh orang-orang sebelum kita, khususnya pada masa kekayaan Rasul saw.

Karenanya, kebutuhan kaum Muslimin yang paling mendesak adalah ilmu dan aplikasinya. Melalui kesadaran terhadap sunnatullah inilah diharapakan kita “melek” dengan kondisi saat ini.  Kondisi yang menempatkan umat Islam berada di bawah kaum kaafiruun. Oleh karena itu, manusia harus mengerahkan segenap daya dan upayanya guna memahami apa yang dinamakan sunnatullah. Hal ini dilakukan guna membebaskan kita dari kebodohan dan kemiskinan.

Sikap manusia terhadap sunnatullah tidak hanya berhenti pada “nrimo”. Sebab kepandaian dan kekayaan disimpan Allah dalam sunnatullah yang secara pasti bergantung pada kerja keras manusia sebagai kholifah fil ardh. Meskipun kita tahu benar bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini merupakan ketentuan (taqdir) objektif  Allah SWT dan ini berlaku pada seluruh makhluk-Nya, tanpa terkecuali, termasuk manusia. Namun, betapa beruntungnya umat Islam, karena pada saat usahanya yang maksimal tidak berhasil, di sana masih tersimpan harapan iman yang sempurna yaitu tawakkal ‘alallah agar dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Ketiga, lingkungan.

Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa lingkungan terkecil manusia adalah keluarga, sehingga yang paling berpengaruh dalam kehidupan dan kadar iman seseorang dalam membangun keimanan manusia adalah lingkungan keluarga. Namun begitu, lingkungan kehidupan di sekitar manusia dan di luar keluarga juga berpengaruh dalam membangun keimanan seseorang, sebab apa yang mereka lihat dan apa yang mereka lakukan merupakan aplikasi iman yang sesungguhnya.

Jika lingkungan manusia itu buruk, maka tidak menutup kemungkinan bangunan iman lingkungan masyarakatnya pun buruk. Sebaliknya, jika lingkungan manusia itu baik, maka bangunan iman lingkungan masyarakatnya pun baik, sebab lingkungan dapat menelurkan akhlak mahmudah, lingkungan pula dapat menelurkan akhlak madzmumah.

Keempat, bacaan.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (QS. al-‘Alaq: 1). Itulah salah satu ayat yang pertama kali turun kepada baginda Muhammad saw. Satu ayat yang ringkas, padat, jelas namun memiliki makna yang mendalam dan langsung ke pokok bangunan iman manusia. Mengapa demikian? Sebab membaca merupakan kunci pembuka dari segala pengetahuan. Dengan membaca, manusia dapat memahami segala hal yang diperintahkan Allah SWT kepada sang hamba. Dengan membaca, manusia dapat mengerti pesan apa yang terkandung di dalam kalam-Nya. Dengan membaca, keselamatan dunia dan akhirat lah dapat dicapai., sehingga pantaslah jika ayat yang pertama kali diturunkan adalah perihal membaca.

Membaca bukan hanya dilakukan dengan mata dzohir manusia, namun “membaca alam” dengan akal manusia merupakan hal yang harus diperhatikan, sebab ayat Allah SWT bukan hanya ayat yang tertera dalam al Qur-an  saja, melainkan ada juga ayat yang tersirat dari alam.

Dari keempat hal yang telah disebutkan di atas, maka sudah sepatutnyalah kita sebagai umat Islam berusaha untuk terus membangun dan meningkatkan keimanan kita dengan menjaga dan mengaplikasikan iman dengan melakukan hal terbaik bagi keluarga, sekolah atau majelis ta’lim atau pendidikan, lingkungan, dan rajin membaca guna menambahkan kadar keimanan. Semoga kita termasuk hamba-hamaba-Nya yang selalu berjuang dengan segala daya dan upaya untuk dapat membangun dan meningkatkan keimanan. Aamiin. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar