Senin, 08 September 2014

3 HAL YANG DAPAT MERUNTUHKAN KEBAHAGIAAN MANUSIA (DUNIA DAN AKHIRAT)


Pada dasarnya tujuan utama manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk taqorrub ilallah. Guna menempuh tujuan utama manusia itu, Imam Al Ghazali mengungkapkan bahwa manusia harus menjadi manusia yang utuh, yaitu manusia yang memiliki iman, islam dan ihsan. Hal ini dilakukan sebab manusia tersusun dari materi dan immateri atau lebih sederhana dengan istilah jasmani dan ruhani, yang keduanya berfungsi sebagai abdi dan khalifah Allah di muka bumi (Al Ghazali, 1994 : 105,144,162-163 dan 200). Namun demikian untuk menempuh tiga konsep di atas sungguh tidaklah mudah. Sadar bahwa di dalam hidup ini, penuh dengan rintangan. Di antaranya ada tiga hal yang dapat meruntuhkan kebahagiaan manusia, baik kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat. Tiga hal tersebut adalah kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Mengapa demikian?

Pertama, kebodohan.


Ilmu adalah penangkal paling manjur bagi segala kondisi manusia. Dengan ilmu, manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan ilmu, manusia dapat mengetahui mana yang dihalalkan dan mana yang diharamkan. Dengan ilmu pula, manusia dapat “berkaca” akan sejauh mana kedekatannya dengan Allah SWT. Sebab amal tanpa ilmu sia-sia. Iman tanpa amal bagai pohon tak berbuah, apalah guna iman tanpa realisasi. Oleh karena itu kebodohan merupkan salah satu hal yang dapat meruntuhkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Jika manusia menyandang status “bodoh”, di mata manusia lain pun akan menjadi sampah dan tidak dibutuhkan. Kebodohan akan berimplikasi pada kemiskinan. Hilanglah kebahagiaan duniawi. Lihatlah betapa banyak orang yang memilih untuk menjadi pengangguran dan pengemis. Pada hakikatnya merekalah orang yang bodoh. Artinya, orang yang bodoh adalah manusia yang tidak mau memanfaatkan kelebihan dan rizki yang diberikan Allah SWT padanya (pengangguran). Orang yang bodoh adalah orang yang menghinakan dirinya di mata manusia lain (pengemis). Orang yang bodoh adalah bagi mereka yang enggan mengambil pelajaran dari segala kejadian. Orang yang bodoh adalah orang yang tidak mau menuntut ilmu. Itu sebabnya Negara mewajibkan rakyatnya untuk bersekolah wajib 12 tahun, dari SD hingga SMA.

Jadi, orang yang berilmu pasti  tidak akan melakukan hal yang tidak disukai Tuhannya. Orang yang berilmu akan selalu menjaga amanat Allah SWT untuk menjaga harkat serta derajatnya. Orang yang berilmu akan memilih hidup dengan bekerja keras dibandingkan harus menadahkan tanggannya pada orang lain. Bukankah tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah? Jika manusia sudah merendahkan Tuhannya dengan menjadi peminta-minta (pengemis, pengamen, dll), maka inilah kerugian dan keruntuhan kebahagiaan di akhirat kelak. Sebab Allah SWT menghendaki hamba-Nya untuk menyanjung-Nya dengan ilmu. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. al Mujadalah: 11)

Kedua, kemiskinan.


Kemiskinan, di mata duniawi dapat membuat harkat dan derajat manusia rendah. Dikarenakan miskin, manusia tidak dapat menuntut ilmu, sebab ilmu disadari ataupun tidak tetap harus dengan biaya dan karena itu salah satu syarat orang yang menuntut ilmu selain kemauan yang keras adalah bekal yang cukup. Jika tidak memiliki harta atau bekal yang cukup, lantas bagaimana akan menuntut ilmu, sedangkan kita semua tahu menuntut ilmu adalah kewajiban seluruh umat Islam dari buaian hingga ke liang lahat. “Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. Sesungguhnya orang yang mencari ilmu akan dimintakan ampunan kepada Allah oleh segala sesuatu sampai oleh ikan-ikan di laut”. (HR. Ibn Abdul Bar dari Anas)

Orang yang miskin, tentu saja tidak dapat bersodaqoh, sebab untuk makan sendiri saja sudah susah, bagaimana bisa menyisakan sebagian hartanya untuk diberikan pada orang lain. Padahal sodaqoh merupakan amal yang sangat baik. Selain dapat membantu orang lain, orang yang bersodaqoh pula akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir (berisi) seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. al Baqoroh: 261)

Selain itu, tak jarang pula orang menukar keimannya hanya dikarenakan sesuap nasi. Wajar jika pepatah bijak mengatakan bahwa kemiskinan dapat mendekatkan kekufuran. Inilah kerugian dan keruntuhan kebahagiaan dunia yang akan mengantarkan pada pupusnya kebahagiaan akhirat.

Pada penjelasan di atas, dari satu poin saja (kemiskinan), dapat mendatangkan tiga kerugian. Pertama, rugi karena tidak dapat memenuhi kewajiban umat Islam, yaitu menuntut ilmu. Kedua, rugi karena tidak dapat melakukan amal yang sangat baik di mata Allah, yaitu sodaqoh. Ketiga, rugi karena tidak dapat menjaga keimanannya dikarenakan kebutuhan duniawi. Sebab tidak dapat dipungkiri, bahwa manusia, siapapun ia pasti memiliki naluri basyariah yang butuh makan, minum dan juga kebutuhan-kebutuhan duniawi lainnya.

Singkatnya, umat Islam, wajib berusaha keras untuk dapat memakmurkan kehidupan dirinya. Jika kehidupan dirinya sudah dapat termakmurkan, maka kehidupan orang lain, khususnya yang ada di sekitar lingkungannya pun dapat pula terbantu.

Ketiga, keterbelakangan.


Poin ketiga yang dapat meruntuhkan kebahagiaan manusia dunia dan akhirat adalah keterbelakangan. Keterbelakangan dalam hal ini ada dua macam, yaitu keterbelakangan di bidang duniawi seperti keterbelakangan teknologi, keterbelakangan pengetahuan, dan yang kedua keterbelakangan mental seperti sikap dan sifat merendahkan harkat derajatnya yang diniatkan untuk mendapat iba dan belas kasihan manusia lain seperti mengemis, mengamen, dll.

Keterbelakangan yang pertama adalah keterbelakangan di bidang duniawi yang juga tentunya akan mengantarkan manusia pada runtuhnya kebahagiaan duniawi. Contohnya, jika manusia tidak mengenal televisi, maka ia tidak akan dapat mengetahui dunia luar yang sangat indah. Artinya, ia buta dengan kondisi lingkungan dunia yang mampu terjangkau oleh mata kamera. Ia hanya bisa melihat dan merasakan apa yang dijangkau oleh matanya saja. Meskipun dalam penayangan televisi tidak semua bersifat positif, namun tayangan-tayangan demikian dapat pula kita jadikan pelajaran yang berharga.

Keterbelakangan yang kedua adalah keterbelakangan mental yang dilakukan manusia guna merendahkan dirinya di hadapan manusia lain. Hal ini termasuk ke dalam perihal yang dapat meruntuhkan kebahagiaan akhirat. Sebab jika manusia tidak berusaha menjaga harkat derajatnya, maka secara disadari ataupun tidak, manusia tersebut telah merendahkan Allah sebagai Sang Pencipta. Inilah keterbelakangan di bidang agama. Sebab ia tidak mengerti bagaimana mulianya manusia di mata makhluk-makhluk lain.

Dari uraian di atas, jelas bahwa kebodohan dapat mengantarkan pada kemiskinan dan juga keterbelakangan. Dengan menghubungkan kehidupan jasmani dengan kehidupan dunia, Al Ghazali mengatakan bahwa kehidupan dunia itu merupakan ladangnya bagi kehidupan di akhirat, dan merupakan salah satu manzilnya hidayah Allah. Oleh sebab itu kehidupan dunia adalah merupakan tangga bagi kehidupan akhirat, maka memelihara, membina, mempersiapkan dan memenuhi keperluannya agar tidak binasa adalah wajib. (Al Ghazali, 1994 : 9 ) Oleh karena itu, marilah dari sekarang giat menuntut ilmu, di manapun dan kapan pun. Sebab ilmu tidak mengenal batas usia. Ilmu datang pada siapa saja yang mau mempelajarinya. Semoga kita semua termasuk hamba-Nya yang mampu mewaspadai munculnya bahaya-bahaya yang dapat mengikis keimanan dan meruntuhkan kebahagiaan dunia dan akhirat seperti kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Aamiin.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar