Senin, 08 September 2014

HAL YANG HARUS DIPERSIAPKAN KETIKA AKAN MENIKAH

Oleh: Sellin

Guna memudahkan pembaca buletin Ikhlas dalam memahami isi Rubrik Bimbingan Ibadah, maka isi Rubrik Bimbingan Ibadah, mulai saat ini diganti dengan Rubrik “Membangun Keluarga Sakinah (MKS)” dengan memfokuskan kajian pada ilmu yang dapat mengantarkan manusia pada pembentukan keluarga sakinah. Agar isi rubrik lebih luas dan terbahas tuntas, maka isi Rubrik MKS akan bersambung di setiap terbitnya buletin dengan judul yang berbeda dan pembahasan lebih mendalam.

Membangun Keluarga Sakinah merupakan implementasi ilmu yang dimiliki manusia untuk taqorrub Ilallah, sebab bagaimanapun juga hakikat diciptakannya manusia ke alam ini tiada lain untuk beribadah pada-Nya: “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. adz-Dzariat: 56)

Untuk dekat dengan Sang Kholiq, maka Allah SWT pun menurunkan kitab suci yang digunakan sebagai pegangan dan referensi utama bagi umat manusia. Kitab-kitab itu memiliki fungsi utama untuk menanamkan bendera ketauhidan (La Ila Ha Illallah). Di dalam menegakkan ketauhidan tersebut diutuslah Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul untuk mengajarkan dan mencontohkan keagungan Tuhan, kemudian dari Nabi dan Rasul itu diciptakanlah keturunan yang tentu bukan hanya untuk memperbanyak manusia secara jasadiah, namun kembali pada tugas utama mereka yaitu untuk mengagungkan Tuhan. Hal ini terbukti dengan diciptakannya Hawa sebagai pendamping Adam yang kemudian melahirkan dua puluh pasang anak untuk mengabdi pada-Nya.

Agar dekat dengan Allah SWT, selaku pencipta alam semesta beserta isinya, maka aspek dasar yang harus dibenahi adalah lingkungan keluarga. Sebab keluarga merupakan tiang negara. Bapak adalah kemudi dan kendali terhebat bagi keluarga. Ibu adalah tonggak kesuksesan suatu negara. Negara terkecil dalam kehidupan manusia adalah keluarga, sehingga keberhasilan suatu negara bergantung pada keberhasilan dalam lingkup keharmonisan keluarga. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku (rasul) adalah sebaik-baik kalian terhadap keluargaku”. (HR. Ibnu Majah).

Sebelum terbentuk keluarga sakinah, maka persiapan yang matang untuk membentuk keluarga itupun sangat dibutuhkan. Di antaranya adalah persiapan pernikahan, sebab pernikahan merupakan pintu gerbang kehidupan baru manusia. Berbagai kebahagiaan dan masalah baru akan muncul setelah pernikahan, karenanya persiapan pernikahan harus benar-benar direalisasikan. Hal yang harus benar-benar dipersipakan sebelum pernikahan atau syarat menikah adalah pemahaman tentang syarat menikah itu sendiri seperti baligh umur dan kedewasaannya, baligh ilmu dan pendidikannya, baligh ekonominya. Mengapa dikatakan harus baligh dengan ketiga aspek tersebut? sebab ketiga aspek tersebut merupakan kunci dari keberhasilan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Keluarga sakinah adalah keluarga yang senantiasa bermesraan di dunia juga di akhirat. Begitu juga dengan keluarga yang mawaddah dan rahmah, keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang.

Untuk mewujudkan kemesraan, ketentraman dan saling sayang dunia akhirat, tentu sepasang suami istri harus berhasil mewujudkan keluarga yang sukses dalam pandangan Islam. Sukses dalam pandangan Islam berarti setiap pernikahan harus memiliki ilmu yang bersangkutan dengan tata cara menjaga keluarga yang baik serta pemenuhan ekonomi yang cukup, sebab jika ilmu dan ekonominya berantakan, maka keharmonisan rumah tangga adalah taruhannya. Selanjutnya, jika kondisi umur telah memadai (baligh menurut pandangan Islam), namun kedewasaannya belum memadai, tekanan psikologislah taruhannya.

Bagi mereka yang mencari Sakinah (ketentraman), Mawaddah (kasih), dan Rahmah (sayang) dalam keluarga, maka mendengarkan nasehat yang diberikan Tuhan melalui kitab suci-Nya adalah satu pilihan utama. Nasehat itu di antaranya adalah mendefinisikan pernikahan sebagai suatu ibadah.

Tidak dipungkiri bahwa keluarga terbentuk karena cinta, namun jika cinta dijadikan sebagai landasan, maka tiang keluarga akan rapuh, akan mudah hancur. Jadikanlah Allah sebagai landasan, niscaya akan selamat tidak saja dunia, tapi juga akhirat. Jadikanlah ridho Allah sebagai tujuan, niscaya sakinah, mawaddah, dan rahmah akan tercapai.

Untuk para laki-laki janganlah menginginkan menjadi raja dalam  “istanamu”, disambut istri ketika datang dan dilayani segala kebutuhan. Jika ini kau lakukan, “istanamu” tidak akan langgeng. Lihatlah manusia ter-agung Muhammad saw. Tidak marah ketika harus tidur di depan pintu, beralaskan sorban, karena sang istri tercinta tidak mendengar kedatangannya. Tetap tersenyum meski tidak mendapatkan makanan tersaji dihadapannya ketika lapar, menjahit bajunya yang robek. Jangan pula menginginkan menjadi ratu dalam “istanamu”, disayang, dimanja dan dilayani suami, terpenuhi apa yang menjadi keinginanmu, jika itu engkau lakukan “istanamu” akan menjadi neraka bagimu. Jangan engkau terlalu cinta kepada istrimu. Jangan engkau terlalu menuruti istrimu, jika itu engkau lakukan akan celaka, engaku tidak akan dapat melihat yang hitam dan yang putih, tidak akan dapat melihat yang benar dan yang
salah.

Lihatlah bagaimana Allah menegur “Nabi”-mu tatakala mengharamkan apa yang Allah halalkan hanya karena menuruti kemauan sang istri. Tegaslah terhadap istrimu.
Dengan cintamu, ajaklah dia taat kepada Allah. Jangan biarkan dia dengan kehendaknya. Lihatlah bagaimana istri Nuh dan Luth. Di bawah bimbingan manusia pilihan, justru mereka
menjadi penentang, istrimu bisa menjadi musuhmu. Didiklah istrimu, jadikanlah dia sebagai Hajar, wanita utama yang loyal terhadap tugas suami, Ibrahim. Jadikan dia sebagai Maryam, wanita utama yang bisa menjaga kehormatannya. Jadikan dia sebagai Khadijah, wanita utama yang bisa mendampingi sang suami Muhammad saw menerima tugas risalah. Istrimu adalah tanggung jawabmu. Jangan kau larang mereka taat kepada Allah. Biarkan mereka menjadi wanita shalilah. Biarkan mereka menjadi Hajar atau Maryam. Jangan kau belenggu mereka dengan egomu.

Agar semua hal di atas dapat terealisasi, maka diperlukan ilmu yang memadainya. Oleh karena itu, menikahlah dengan persyaratan yang lengkap. Lengkap dari segi baligh umur (kedewasaan), baligh atau cukup ilmu dan pendidikan, serta baligh atau cukup ekonomi. Mengapa demikian? Apa alasannya? Buletin minggu depan dengan rubrik Membangun Keluarga Sakinah akan membahasnya lebih detail dan terbuka dengan judul “Baligh adalah salah satu syarat utama pernikahan”. Tunggu kami di edisi berikutnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar